Pilkada DKI, akhirnya akademisi Universitas Indonesia pun angkat
bicara. Mungkin memang sudah saatnya orang-orang terpelajar memberikan
‘pencerahan’ agar kita-kita yang ‘awam’ ini lebih cerdas dan lebih
‘wise’ dalam ikut mengambil keputusan dalam memilih siapa yang akan
menjadi pemimpin Kota tercinta ini.
Tanggal 6 kemarin saya menyempatkan diri datang ke
seminar politik
yang diadakan oleh Himpunan Alumni Pasca Sarjana (Himapasca) Politik UI
untuk menyatakan keprihatinan atas ketidakpedulian masyarakat Jakarta
terhadap
Pilkada DKI Jakarta yang akan ditentukan tanggal 11 Juli
2012 mendatang. Seminar dibuat oleh senior-senior dari Himpunan Alumni
Pasca Sarjana Politik UI.
Seminarnya sendiri berlangsung santai dan hampir semua pembicara dalam seminar tersebut bersepakat bahwa
incumbent Fauzi Bowo (FOKE) tidak layak untuk memimpin Jakarta. Bahwa kepemimpinan ‘si kumis’ bertentangan dengan akal sehat.Bang
Agung Suprio sebagai Ketua Himpunan Alumni Pasca Sarjana Politik UI,
bilang bahwa dirinya prihatin karena masyarakat Jakarta sepertinya
terlalu sibuk dan tidak perduli siapa Gubernur yang akan terpilih. Ini
berbahaya karena sudah jelas kondisi Jakarta yang semakin parah di bawah
kepemimpinan Fauzi Bowo 5 tahun terakhir tidak bisa diteruskan, bahkan
tidak boleh diteruskan. Sudah jelas tidak ada satupun janjinya yang
ditepati oleh Fauzi Bowo.
Statement Bang Agung yang paling saya garis bawahi adalah bahwa
jika dalam Pilkada DKI berikut masih ada yang memilih dan mendukung Fauzi Bowo, berarti masyarakat Jakarta semakin kehilangan akal sehat dan kepedulian.
Saya pun jadi bertanya-tanya, mengapa seorang pengamat politik sekelas
Bang Agung sampai memberikan statement sekeras itu? Pasti beliau
memiliki alasan yang sangat kuat sehingga baginya mendukung Fauzi Bowo
sama saja dengan menentang akal sehat.
“Dengan akal sehat dan perasaan saja sudah jelas bahwa Jakarta makin
parah. Tidak perlu analisa dan data yang rumit.” Begitu tegasnya
mendukung pendapat tersebut.
Namun, memang bukan cuma Bang Agung yang berpendapat demikian. Dua orang
pengamat politik kawakan yang juga hadir dalam seminar tersebut: Prof.
Tjipta Lesmana dan Dr. Andrinof Chaniago juga memberikan pernyataan yang
sama. Bahwa jika mengedepankan akal sehat dan kepedulian terhadap
Jakarta, dalam Pilkada DKInanti, tidak mungkin masyarakat memilih Fauzi
Bowo.
Dalam seminar tersebut terungkap pula kebohongan-kebohongan Fauzi Bowo yang selama ini saya ngga
ngeh karena dikemas menarik dalam iklan tetapi isinya ngga ada yang bener! Inilah lima kebohongan yang
dijembreng dalam seminar 6 Juli kemarin.
Kebohongan PERTAMA: Klaim Fauzi Bowo mengenai pendidikan gratis
12 tahun. Fakta dan data di lapangan justru menunjukkan bahwa biaya
pendidikan khususnya sumbangan gedung, buku, dan lain-lain justru sangat
memberatkan masyarakat. Apalagi ketika tingkat kemiskinan di Jakarta
mencapai 12,7%, jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional.
Kebohongan KEDUA: Kebohongan mengenai kesehatan gratis untuk
penduduk miskin. Fakta dan kesaksian masyarakat justru membuktikan bahwa
jangankan mendapatkan pengobatan gratis, masyarakat justru dibebani
dengan biaya siluman ketika harus mendapatkan Surat Keterangan Tanda
Miskin (SKTM).
Kebohongan KETIGA: Pernyataan Fauzi Bowo bahwa Banjir Kanal Timur
(BKT) merupakan insiatif dan prestasi dari Pemda DKI. Padahal, BKT
merupakan inisiatif dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan
dikerjakan Pemerintah Pusat sesuai dengan laporan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum.
Kebohongan KEEMPAT: Pernyataan Fauzi Bowo bahwa masalah
kependudukan dan pendataan KTP yang sudah mulus. Buktinya, E-KTP justru
ditunda setelah Pilkada. Kalau memang komit mau menyempurnakan
kependudukan maka ujiannya di PilkadaDKI ini. Sebaliknya, DPT malah
amburadul, sehingga patut dicurigai adanya kecurangan yang sengaja
dilakukan untuk keuntungan
incumbent.
Kebohongan KELIMA: Janji Fauzi Bowo bahwa MRT sudah selesai tahun
2013. Padahal tendernya saja baru mau mulai September tahun ini. Sangat
memalukan bahwa sudah gagal tapi malah mau terus mendzolimi publik.
Apalagi diskriminasi yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta terhadap
kandidat gubernur lain selama Pilkada DKIini.
Bagi saya, alangkah memalukannya jika seorang pengumbar kebohongan
seperti Fauzi Bowo masih menjadi kandidat calon Gubernur dalam Pilkada
DKI kali ini. Apalagi jika sampai menang dan terpilih kembali sebagai
gubernur Jakarta. Ih,
amit-amit deh ya!
Semoga akal sehat masih berlaku di ibukota kita tercinta. Dan kebohongan
Fauzi Bowo mampu ditumbangkan oleh masyarakat yang bisa berpikir jernih
dan peduli terhadap Jakarta dalam Pilkada DKI nanti.